Asas Praduga Tak Bersalah dalam sebuah perkara harus tetap diterapkan kepada tersangka. Hal itu dikarenakan asas praduga tidak bersalah merupakan salah satu jenis HAM dijamin dan dilindungi dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.  Pada penerapannya asas praduga tak bersalah, tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Tersangka harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Perbuatan tindak pidana yang dilakukan, itulah yang menjadi objek pemeriksaan.

Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap. Tentu, apa yang dialami Dodo yang berdasarkan pada kisah nyata di Korea Selatan memperlihatkan bahwa ia merupakan korban ketidakadilan yang seharusnya bisa dicegah jika proses penegakan hukum didasarkan pada pertimbangan bahwa manusia sejatinya sama di mata hukum. Bukan karena ia penyandang disabilitas, lantas diperlakukan semena-mena dan seenaknya.

Warga binaan lapas sejatinya adalah manusia. Sama seperti warga lainnya, perbedaannya dia melakukan pelanggaran sehingga dia memiliki ruang gerak yang dibatasi dengan tujuan membuatnya berpikir ulang, jera, dan tak lagi mengulangi pelanggaran itu. Warga binaan sama dengan manusia pada umumnya. Punya relasi, punya empati, punya keinginan, rasa takut, dan lain-lain. Para narapidana di film ini, khususnya penghuni sel nomor 7 yang juga dihuni oleh Dodo, digambarkan kompleks. Meskipun tidak diceritakan hal apa yang menjadi alasan mereka masuk penjara, namun dalam pengembangkan karakternya dituangkan cukup detail perasaan-perasaan manusiawi seperti marah, takut, bahagia, sedih, haru. Pada film ini hanya meng highlight bahwa mereka adalah penjahat.