Dalam sejarah, catatan mengenai musik sebagai alat propaganda dapat kita tarik hingga ke tahun 1700-an pada masa revolusi Amerika. Pada masa itu, lagu serta puisi cukup popular sebagai saran untuk menyindir, serta berfungsi sebagai media berita. Bahkan akhirnya banyak lagu yang tercipta sebagai memorabilia pertempuran antara Amerika dengan Inggris.
Sebut saja Samuel Adam yang menggunakan musik sebagai bentuk protes dan menggunakannya dalam sejumlah demonstrasi massa dalam melawan kolonialisme Inggris di tanah Amerika. Adapula lagu Yankee Doodle yang merupakan lagu ciptaan Inggris untuk mengejek Amerika, namun dalam perkembangannya justru dijadikan sebagai lagu kebangsaan Connecticut. Contoh lain dapat dilihat dari negeri tirai bambu Tiongkok, sebuah boyband bernama TFBoys yang menyanyikan sebuah lagu berjudul “我们是共产主义接班人” (Wo men shi gong chan zhuyi ji ban ren). Dalam Bahasa Indonesia, lagu yang berjudul “Kami adalah Penerus Komunisme” tersebut merupakan alat propaganda untuk menguatkan ideologi komunisme kepada anak muda.
Di Indonesia, bentuk propaganda melalui musik pertama kali tercatat pada saat masa pendudukan Jepang. Pada saat Jepang menguasai Hindia Belanda pada 1942, saat itulah Jepang berusaha membangkitkan harapan seluruh rakyat Hindia Belanda melalui pengumandangan lagu “Indonesia Raya”. Hal itu pun akhirnya berimbas kepada terpupuknya rasa semangat serta harapan rakyat, hingga pada masa itu rakyat turut pula mengatur keamanan dan pemerintahan.