Nasib Pengemudi Ojol di bawah Hubungan Kemitraan

Kehadiran ojek online di Indonesia telah menghadirkan peradaban baru pada sektor transportasi. Ojek online (Ojol) secara masif mulai digunakan pada akhir tahun 2014. Dari yang awalnya didominasi oleh dua perusahaan raksasa, kini sejumlah nama baru pun mulai bermunculan. Menjamurnya Ojol juga menghadirkan banyak lapangan pekerjaan, pasalnya persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi mitra pengemudi tidak rumit. Banyak orang dari berbagai latar belakang pendidikan tertarik untuk menjadi mitra pengemudi. 

Berangkat dengan misi yang cemerlang yakni mendorong perubahan agar sektor transformasi sektor informal seperti ojek yang tadinya bekerja serabutan dengan pendapatan yang tidak menentu bisa beroperasi secara profesional dengan pendapatan lebih baik. Kenyataannya nasib para mitra pengemudi masih dipertanyakan kesejahteraannya. Hal ini karena hubungan yang terjadi di antara pengemudi dan perusahaan ojek online adalah hubungan kemitraan bukan hubungan kerja. 

Bahkan baru-baru ini seorang pakar transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno mengeluarkan statement bahwa bisnis Ojol adalah bisnis yang gagal. Alasannya karena bisnis Ojol adalah bisnis yang merugikan para pengemudi. Berdasarkan survei online yang dilakukan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam rentang waktu 13-20 September 2022 di wilayah Jabodetabek diketahui bahwa pengemudi banyak yang memberikan keluhan terkait pendapatan yang tidak kunjung meningkat karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar. [CNBC Indonesia, 13 Oktober 2022 “Lagi Ramai, Ini Tiga Alasan Bisnis Ojek Online Jadi Sorotan”]