Outsourcing Solusi Pengangguran ?

Outsourcing dalam sejarahnya di Indonesia muncul sejak krisis ekonomi dan moneter di akhir 90-an. Pada awalnya perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan seperti operator telepon, call center, petugas satpam, dan tenaga kebersihan. Dengan menggunakan pekerja outsourcing, perusahaan tidak perlu repot menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan, hingga asuransi kesehatan. Sebab, yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsource itu sendiri.

Dalam PP 35/2021 Pasal 18 ayat (1) perusahaan bisa merekrut pekerja outsourcing melalui dua cara yaitu kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Berbeda dengan ketentuan dalam UUK yang hanya melalui kontrak PKWT. Praktik outsourcing di Indonesia sudah menjadi hal biasa dan menjadi kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup meskipun regulasi yang berlaku terkadang tidak berpihak kepada mereka.

Melansir data dari Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan latar belakang pendidikan dari 9,77 juta angka pengangguran terbuka yaitu 13,55 persen lulusan SMK, 9,86 persen lulusan SMA, 8,08 persen lulusan diploma, 7,35 persen lulusan universitas, 6,46 persen lulusan SMP, dan 3,61 persen lulusan SD. Melihat data tersebut penulis berpendapat outsourcing bisa menjadi salah satu opsi untuk menekan angka pengangguran di indonesia. Pada outsourcing mungkin saja perusahaan penerima kerja tidak akan terlalu melihat latar belakang pendidikan karena sebetulnya sistem outsourcing ini menempatkan pekerja sebagai jasa penunjang atau bekerja pada kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan.