Paradigma Legisprudence : Jalan Keluar Pergumulan Paradigma Hukum dengan Politik dalam Proses Legislasi

Analisa penulis dalam proses legislasi menggunakan paradigma hukum yang tidak bijaksana. Sebagai contoh pada 2019 lalu bahwa para legislator (DPR, DPD, dan Presiden) tetap melanjutkan pembahasan bahkan melakukan pengesahan terhadap beberapa Rancangan undang-undang yang ditolak oleh elemen masyarakat hingga terjadi penolakan besar-besaran secara meluas di Indonesia. seperti yang telah disahkan Rancangan Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (yang kemudian telah disahkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua 9 Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU No. 19 Tahun 2019), kemudian pembahasan RUU Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Rancangan Undang-undang tentang Pertanahan, dan Rancangan Undang-undang tentang Ketenagakerjaan yang terdapat beberapa pasal bermasalah didalamnya.

Terbaru adalah bagaimana sikap DPR yang tetap melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang berbentuk Omnibus Law yang juga secara konsisten mulai dari pengusulan hingga pembahasan masyarakat secara meluas tetap menolak untuk dibahas RUU ini ditambah pembahasan RUU Omnibus Law ini dilakukan pada saat Indonesia sedang mengalami pandemi Covid 19, bukankah seharusnya DPR lebih fokus kepada penyelesaian pandemi ini. Hal ini adalah gambaran bagaimana hukum berjalan di Indonesia dalam konteks kekuasaan legislasi.