Partisipasi Publik dalam Pembentukan Undang-Undang

Di samping itu, hak partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan juga dijamin dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang disahkan PBB pada 16 Desember 1966 dan diratifikasi oleh Indonesia pada 28 Oktober 2005 dalam UU Nomor 12 Tahun 2005. Dalam Pasal 25 ICCPR dan uu tersebut disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik, untuk memilih dan dipilih, serta mempunyai akses berdasarkan persyaratan umum yang sama pada jabatan publik di negaranya (Kamarudin: 2015).

Berdasarkan analisis yang dilakukan organisasi masyarakat sipil, ternyata ruang partisipasi masyarakat sangat berperan penting dalam mewujudkan uu yang menyejahterakan. Oleh karena itu, ruang partisipasi publik setidaknya harus dilakukan pada lima tahapan menurut Ichwanuddin, yaitu Pertama, tahap penyusunan program legislasi nasional, dimungkinkan partisipasi masyarakat dalam tahap konsultasi dan komunikasi untuk memberi masukan dan memantapkan program legislasi nasional tetapi tidak jelas siapa yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam forum tersebut, ditunjuk oleh pembentuk uu. Kedua, penyusunan prakarsa Rancangan Undang-Undang (RUU), ada dua tahap masyarakat bisa terlibat yaitu dalam penyusunan naskah akademik dan forum konsultasi. Namun, keduanya bersifat fakultatif tergantung dari niat dan kepentingan pembentuk uu untuk mengikutsertakan masyarakat. Ketiga, proses perancangan uu di DPR, DPD, dan pemerintah, partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui peran perguruan tinggi yang bekerjasama dengan alat kelengkapan DPR dalam membuat RUU. Adapun perancangan masyarakat tergantung pada keikutsertaan kalangan civil society (masyarakat sipil) untuk berpartisipasi. Adapun perancangan uu oleh Deputi Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR yang melibatkan kalangan akademisi atau organisasi masyarakat sipil untuk memberikan masukan. Keempat, proses pengusulan di DPR dalam tahap ini tidak ada peran serta masyarakat karena sifatnya DPR hanya menyampaikan informasi saja. Kelima, dalam pembahasan di DPR peran serta masyarakat terletak dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tetapi sayangnya RDPU tersebut lebih banyak inisiatif dari DPR sehingga tidak terlihat dari kelompok masyarakat mana yang didengarkan dan dapat memberi masukan (Joko Riskiyono: 2015).