Peluang Bisnis Menguntungkan, Negara Jadi Buntung: Menilik Maraknya Jasa Titip Produk Luar Negeri

Pada dasarnya, pihak Bea Cukai tidak mengenal terminologi jastip, melainkan disebut sebagai barang non-personal use yang wajib dikenakan bea masuk dan tidak memperoleh fasilitas free on board sebagaimana berlakunya personal use ketika masuk ke wilayah Indonesia. Pernyataan ini diungkapkan oleh Hatta Wardhana, Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan, bahwa skema jastip tetap wajib ditetapkan tarif bea masuk umum dan nilai pabean berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor.

 “Iya (usaha jastip) merugikan. Kalau tidak bayar bea masuk seolah-olah barangnya lebih murah, Kan tidak fair makanya itu harus kita jaga”, ujar Askolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, di Gedung DPR-RI. Hal ini memang benar adanya jika jastip tanpa dikenakan bea masuk dengan memanfaatkan fasilitas pembebasan personal use digunakan sebagai kegiatan jual beli maka akan merugikan negara akibat kehilangan pajak dan peluang usaha dalam negeri kurang diminati. Ungkap Hatta Wardhana pun menunjukkan bahwa jastip dikategorikan sebagai barang bawaan penumpang bersifat non-personal use agar dikenakan pajak terdiri dari bea masuk, cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Tujuannya untuk mengupayakan adanya keadilan penerapan aturan bagi seluruh pelaku usaha atau level playing of field. Adapun pelaku jastip seyogyanya dihimbau agar lebih memahami terhadap aksi mendatangkan barang dari luar negeri masuk ke wilayah Indonesia tersebut wajib dikenakan bea masuk, cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.