Pembentukkan Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja Sebagai Sistem Penunjang Penyederhanaan Perizinan Tanah

 

Latar belakang dibentuknya Bank Tanah adalah dengan mengacu Pasal 9, ayat (3), dan Pasal 15, ayat (i) PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, melalui peraturan tersebut terlihat bahwa negara memiliki kewenangan untuk melakukan pencadangan tanah. Perlu digaris bawahi bahwa Bank Tanah yang dikelola oleh negara berbeda dengan Bank Tanah yang dikelola swasta bahwa negara dalam melakukan pencadangan tanah dan memanfaatkan tanah yang dikuasainya tidak terikat waktu karena pada akhirnya setiap bidang tanah yang dikuasai negara akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. 

Praktik pencadangan tanah atau dikenal dengan istilah Bank Tanah, dan di Indonesia secara luas dilakukan oleh badan swasta dan juga pemerintah yang diwakili BUMN dan BUMD. Menjadi problematika adalah entitas badan hukum yang mewakili negara secara khusus untuk melakukan pencadangan tanah, atau Bank Tanah itu sendiri, justru belum dimiliki oleh Indonesia. Apalagi dengan dengan diterbitkannya UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, negara memiliki kewenangan untuk melepaskan hak penduduk atas bidang tanah yang diperlukan guna pembangunan bagi kepentingan umum, dengan syarat kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah. Melihat berbagai kepentingan yang ada, sudah seharusnya Indonesia memiliki institusi Bank Tanah yang merupakan badan hukum yang mewakili negara dalam melakukan pencadangan tanah dengan tujuan menyediakan lahan pembangunan guna kepentingan umum sehingga rencana pembangunan oleh pemerintah dan swasta tidak terhambat.