Pengaturan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik dalam UU TPKS

Terdapat sedikit perbedaan muatan isi yang terdapat dalam RUU PKS dan UU TPKS, contohnya adalah pengaturan terkait pemaksaan aborsi yang tidak diatur dalam UU TPKS. Karena ketika ketentuan tersebut diatur, maka akan terjadi overlapping dengan aturan terkait aborsi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang telah menjadi dasar hukum aborsi. Ketika telah terdapat ketentuan hukum yang mengatur sebuah perbuatan secara komprehensif, maka akan memunculkan potensi terjadinya pertentangan antar norma ketika hal yang sama terdapat dalam undang-undang lain. 

Salah satu muatan isi yang menarik dalam UU TPKS adalah pengaturan tentang tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik. Perkembangan teknologi informasi memang tidak  hanya membawa perubahan positif, namun juga pergeseran ruang terjadinya kekerasan seksual yang awalnya jamak terjadi di ruang fisik sekarang juga terjadi di ruang digital. 

Sebelum diatur dalam UU TPKS, perbuatan ini jamak dikenal dengan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Terdapat sembilan bentuk KBGO, yaitu cyber hacking, cyber harassment, impersonation, cyber recruitment, cyber stalking, malicious distribution, revenge porn, sexting, dan morphing. Bentuk-bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik tersebut juga telah diadopsi dalam Pasal 14 ayat (1) UU TPKS, yaitu perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar; mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima (morphing); dan melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek (cyber stalking). Ketentuan pemberat pidana terkait kekerasan seksual berbasis elektronik dapat digunakan ketika perbuatan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pemerasan, pengancaman, memaksa, menyesatkan dan/ atau memperdaya. Norma tersebut sebenarnya berhasil memberikan perlindungan hukum kepada korban revenge porn yang seringkali diintimidasi, dimanipulasi, hingga mengalami pemerasan.