Pengaturan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik dalam UU TPKS

Pada tahun 2017, Komnas Perempuan menerima 16 pengaduan kasus KBGO, di tahun 2018 meningkat menjadi 97 kasus, di 2019 menjadi 281 kasus, dan pada rentang bulan Januari-Oktober 2020 terdapat 659 kasus KBGO yang dilaporkan. Menurut Komnas Perempuan, bentuk kasus siber terbanyak yang diadukan adalah ancaman dan intimidasi penyebaran konten seksual korban, baik berupa foto maupun video. Pengaturan tentang kekerasan seksual berbasis elektronik yang terdapat dalam UU TPKS memang mampu untuk menjadi upaya untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat di ruang digital. Namun, ketentuan tersebut riskan dipertentangkan dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 27 ayat (1) UU ITE memuat ketentuan tentang larangan penyebaran konten yang melanggar kesusilaan. Namun, terdapat beberapa kasus yang malah menjerat korban kekerasan seksual berbasis online dengan menggunakan pasal tersebut. Ketika korban mencoba untuk mencari pertolongan kepada orang lain dengan mengirimkan bukti berupa foto maupun tangkapan layar, maka pelaku dapat melaporkan korban dengan alasan telah melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Ketentuan yang terdapat pada pasal a quo akan seringkali digunakan untuk menjadi serangan balik pelaku kekerasan seksual. UU TPKS diharapkan mampu untuk berjalan dengan efektif untuk memberikan perlindungan paripurna kepada korban kekerasan seksual berbasis elektronik. Jangan sampai ada lagi kasus kekerasan seksual yang malah menghukum korban. Agar hal tersebut dapat tercapai, maka terdapat beberapa hal yang harus dilakukan yaitu DPR bersama dengan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang perlu mengevaluasi Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Ketentuan tersebut memiliki definisi sempit terkait dengan konten yang melanggar kesusilaan, sehingga dapat digunakan oleh pelaku untuk memenjarakan korban kekerasan seksual berbasis elektronik.