Pengejawantahan Penegakan Hukum Lembaga Kejaksaan: Reposisi Kedudukan Kejaksaan Secara Konstitusional sebagai Main State Organ

Oleh: Egi Purnomo Aji

(Internship Advokat Konstitusi)

Hakikat Kedudukan Lembaga Kejaksaan RI

Upaya untuk memahami dan menempatkan kedudukan kejaksaan dalam struktur ketatanegaraan jika ditinjau dari teori Montesquieu perihal pemisahan kekuasaan (separation of powers) tidaklah mudah. Karena akan muncul pelbagai persoalan terkait dengan apakah Kejaksaan Republik Indonesia sebagai sebuah lembaga eksekutif atau yudikatif. Dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, Pasal 2 Ayat (1) dan ayat (2) menginterpretasikan sebuah ambiguitas “Polyinterpretable” (bermakna ganda). Atau dengan kata lain, dual obligation (kedudukan kejaksaan di satu sisi sebagai penegak hukum yang merdeka, dan di sisi lain sebagai bagian dari eksekutif, inilah yang pada akhirnya mengakibatkan rechtsonzekerheid (ketidakpastian hukum) di kalangan penegak hukum terlebih justitiabelen (pencari keadilan) yang menjalani proses pemeriksaan & penuntutan Jaksa di bawah jaksa agung. Menimbulkan keraguan masyarakat mengenai objektivitas kejaksaan dalam mengambil keputusan penting, terkait penanganan pelbagai perkara yang menyangkut kepentingan pemerintah. Jika kedudukan kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan dikaitkan dengan kewenangan kejaksaan dalam melakukan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka, di sini dapat terjadi kontradiksi dalam pengaturannya.