Pengejawantahan Penegakan Hukum Lembaga Kejaksaan: Reposisi Kedudukan Kejaksaan Secara Konstitusional sebagai Main State Organ

Denny Indrayana mengatakan, penjajahan yang dialami bangsa Indonesia berabad-abad lamanya menciptakan budaya masyarakat Indonesia yang sangat ewuh-pakewuh (kesungkanan) terhadap pimpinan. Karakter feodalistik tersebut juga dialami oleh aparat penegak hukum seperti kejaksaan yang secara struktural merupakan pembantu presiden dalam kabinet. Sehingga, meletakkan kejaksaan sebagai bagian dari eksekutif menimbulkan kemacetan dalam law enforcement di Indonesia. Kejaksaan harus direposisi dari kedudukannya sebagai lembaga eksekutif.

Tidak semua konstitusi itu adalah konstitusionalisme, karena konstitusionalisme itu adalah membatasi kekuasaan. Menurut Richard S. Kay, “Constitutionalism implements the rule of law; It brings about predictability and security in the relations of individuals and the government by defining in advance the powers and limits of that government”. Jadi, konstitusionalisme hakikatnya menghadirkan situasi yang dapat memupuk rasa aman, karena adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah yang telah ditentukan lebih dahulu. Tatkala terdapat suatu konstitusi yang tidak konstitusionalisme yang di dalamnya tidak membatasi kekuasaan, maka sebuah “Abuse of power” (penyalahgunaan kekuasaan) kesewenang-wenangan dapat terjadi.