Pengesahan UU HPP: Demi Masa Depan Indonesia ?

Program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II akan dilangsungkan mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Program tersebut memfokuskan pada wajib pajak yang mengungkap harta belum terlapor usai tax amnesty jilid I dan SPT Tahunan 2020 secara sukarela.

Salah satu bagian yang cukup penting UU HPP adalah bahwa pajak penghasilan (PPh) direformasi baik dari sisi kebijakan maupun administrasinya. Tujuan utama reformasi PPh dalam UU HPP adalah membentuk sistem PPh yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum sehingga dapat memperluas basis pajak serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Basis dari reformasi perpajakan yang ideal melalui UU HPP adalah aspek keadilan dan keberpihakan. Di sisi pajak penghasilan (PPh), keadilan dan keberpihakan dilakukan dengan perbaikan PPh Orang Pribadi (OP) dengan melebarkan rentang penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh OP terendah 5 persen dari yang sebelumnya Rp50 juta, serta menambah satu lapisan tarif PPh OP tertinggi 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun. Di sisi lain, untuk wajib pajak OP UMKM, batas peredaran bruto tidak dikenai pajak ditetapkan sampai dengan Rp500 juta per tahun. Sementara, keadilan dan keberpihakan pada sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan dengan melindungi masyarakat kecil melalui fasilitas pembebasan PPN terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lainnya.