Peninjauan Teori Gustav Radbruch terhadap Pelanggaran UU ITE dalam Membatasi Perlindungan Kebebasan Berpendapat

Kebebasan menggunakan internet memerlukan sebuah pondasi agar bisa lebih bijak menggunakan internet. Maka dari itu, Pemerintah Republik Indonesia dan DPR membuat  UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang dapat ditimbulkan oleh internet. Tetapi, keberadaan UU ini dipandang membatasi kebebasan berekspresi karena dalam ketentuannya pada Pasal 27 Ayat (3) yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sering dianggap sebagai penyebab orang memilih bungkam atas kondisi sosial politik yang ada di masyarakat. Dalam kurun 2016-2020, UU ITE dengan pasal karetnya yaitu pasal 27 Ayat (3) telah menimbulkan tingkat penghukuman atau conviction rate mencapai 96,8% (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan sangat tinggi, mencapai 88% (676 perkara), menurut data yang dihimpun koalisi masyarakat sipil. Hal ini membuat masyarakat menjadi takut untuk bersuara mengenai ketidakadilan di sekelilingnya dan bersuara terhadap pelanggaran yang dilakukan penguasa karena khawatir dianggap penghinaan atau pencemaran nama baik. Walaupun sudah adanya revisi terhadap UU ini tetapi masih tetap dinilai oleh banyak pihak membatasi kebebasan berpendapat yang bertentang dengan hakekat kebebasan berpendapat yang dijamin Pasal 28 UUD NRI 1945. Dengan adanya UU ITE ini menimbulkan banyak kontroversi yang ditimbulkan oleh masyarakat.