Penyempurnaan Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945: Melanjutkan Gagasan Komisi Konstitusi

Masih teringat dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, terdapat undang-undang yang tidak ditandangani Presiden meski telah disetujui bersama, yaitu Undang-Undang No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara konstitusional, undang-undang tersebut tetap berlaku, namun tetap menjadi pertanyaan yang besar dan seakan-akan menjadi anomali hukum mengapa Presiden tidak menandatangani UU tersebut, akhirnya UU tersebut pun diujikan ke MK (tribunnews.com/24/06/2020).

Melanjutkan gagasan Komisi Konstitusi, Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 seharusnya mengandung contrasign atau pengecualian sehingga rancangan undang-undang yang bermasalah tersebut dapat dibahas kembali. Hal ini dapat membuat pengesahan undang-undang oleh Presiden menjadi suatu proses yang sakral dan tidak dapat diabaikan bahkan diremehkan dalam pembentukan undang-undang. Konstitusi secara khusus telah menempatkan posisi Presiden selaku kekuasaan eksekutif untuk ikut membahas undang-undang yang akan mengikat seluruh warga negara. Artinya dengan kata lain, konstitusi juga harus konsisten dalam menjamin bahwa setiap proses dan tahap pembentukan undang-undang harus dibarengi dengan kesepakatan antara dua pemegang legitimasi kekuasaan rakyat yang dipilih langsung melalui pemilu ini. S