Perkembangan Constitutional Review MK : Antara Negative Legislator dan Positive Legislator

Mario Agritama

(Internship Advokat Konstitusi)

Constitutional Review merupakan suatu mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi. Constitutional Review awal mulanya hadir melalui putusan fenomenal Supreme Court di Amerika Serikat dalam kasus Marburi versus Madison pada tahun 1803. Melalui putusan tersebut untuk pertama kalinya di dunia, suatu undang-undang dibatalkan karena bertentangan dengan Konstitusi. Setelah putusan tersebut, negara-negara di seluruh penjuru dunia, satu persatu mulai menerapkan constitutional review (Nugraha & Risdiana Izzaty, 2020: 2).

Di Indonesia, kewenangan constitutional review dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. Dimana MK berwenang menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Lebih lanjut, kewenangan a quo juga diatur di dalam Pasal 50 hingga Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2003 juncto UU No. 8 Tahun 2011 juncto UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.

Pada awalnya, kewenangan MK dalam menguji muatan materi suatu UU hanya terbatas pada membatalkan muatan materi dalam UU (negative legislator). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 57 ayat (2a) UU No. 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi bahwa suatu Putusan MK tidak memuat rumusan norma sebagai pengganti norma dari undang-undang yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.