Perkembangan Constitutional Review MK : Antara Negative Legislator dan Positive Legislator

Pada hakikatnya, kewenangan MK untuk mengatur suatu norma undang-undang bertujuan untuk menjawab berbagai persoalan hukum yang penting untuk diselesaikan secara cepat. Selain itu juga untuk melindungi hak konstitusional warga negara demi tercapainya rasa keadilan dan kemanfaatan dalam masyarakat.

Salah satu tujuan kewenangan constitutional review yang diberikan kepada MK adalah untuk membenahi hukum. Sehingga, Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat guna pembentukan hukum baru melalui putusan-putusan MK untuk menjaga agar tidak terjadi kekosongan hukum (Nugraha & Risdiana Izzaty, 2020: 14).

Dalam konteks ini kewenangan positive legislator tersebut tidak serta mutlak dapat digunakan oleh MK. Diperlukan beberapa pertimbangan darurat yang menghendaki dikeluarkannya putusan yang bersifat mengatur. Sebab apabila MK dalam setiap memutus perkara menjadikan dirinya sebagai positive legislator, hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik dengan lembaga legislative (DPR) sebagai positive legislator sesungguhnya.

Martitah dalam bukunya yang berjudul “Mahkamah Konstitusi dari Negative Legislature ke Positive Legislature?” menyatakan terdapat beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan Hakim MK dalam mengeluarkan putusan yang bersifat positive legislator, antara lain (Denisatria, 2018):

  1. Faktor keadilan dan kemanfaatan masyarakat;
  2. Situasi yang mendesak;
  3. Mengisi rechtvacuum untuk menghindari kekacauan hukum dalam masyarakat.

Dengan bersandar pada tiga landasan di atas, maka dapat dipandang logis dan tepat sebagai alasan dikeluarkannya putusan positive legislator oleh MK. Selain dari keadaan yang memenuhi ketiga landasan di atas, MK tidak lah boleh menjalankan fungsinya sebagai positive legislator. Hal ini bertujuan agar tetap menjaga keseimbangan dalam sistem check and balances antara fungsi legislatif dan yudikatif.