Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Pelaku Teror

Kemudian, seiring dengan perkembangan masyarakat dan tingkat kejahatan, maka UU tersebut diperbaharui menjadi UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada Pasal 59 Ayat (1),(2) huruf k, memberikan mandat kepada pemerintah untuk memberikan perlindungan dan penanganan khusus terhadap anak yang berada dalam jaringan terorisme. Mandat ini harus menjadi acuan dan selaras dengan peraturan hukum lain yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana terorisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme terdapat di Pasal 16A yang mengatur mengenai tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak. Kemudian, pada pasal 36 yang mengatur mengenai rehabilitasi dan kompensasi terhadap anak yang terlibat sebagai pelaku terorisme. 

Selain itu, menurut amanat dari UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (disebut dengan UU PA) mengatur secara tegas mengenai hak-hak anak sebagai individual dan bertujuan untuk melindungi anak dari setiap pihak yang mampu merugikan anak sekalipun orang tuanya sendiri. Pada Pasal 69B menyebutkan perlindungan khusus anak korban terorisme melalui upaya edukasi pendidikan, ideologi, nasionalisme, konseling bahaya terorisme, rehabilitasi dan pendampingan sosial. Terkait dengan kasus bom bunuh diri di Surabaya, maka anak-anak korban dari orang tuanya belum terjangkau oleh perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.