PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA TERHADAP PELAKU GANGGUAN MENTAL

1) Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporary);

2) Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya), dan

3) Tidak terganggu karena terkejut, hipnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe beweging, melindur/slaap wandel, mengigau karena demam/koorts, ngidam dan lain sebagainya. 

Dengan kata lain dia dalam keadaan sadar jika kemampuan jiwanya dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya, dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi bahwa kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa” seseorang bukan kepada keadaan dan kemampuan “berpikir” dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah istilah keadaan dan kemampuan jiwa seseorang yaitu jiwanya cacat dalam pertumbuhan dan jiwanya terganggu karena penyakit.

Pasal 44 KUHP berbunyi sebagai berikut: (1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. (2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. (3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.