Polemik Pengadaan Jasa ‘Influencer’

Bukan tanpa celah, pelaksanaan LPSE masih belum mengakomodir transparansi secara komprehensif.  Hal ini disebabkan transparansi bagi masyarakat umum hanya terbatas pada  jumlah tender dan pemenang dari proses tender Key Opinion Leader sebagaimana yang tertera dalam laman Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LPKP). Sedangkan rincian penggunaan dan pelaksanaan dari pengadaan jasa tersebut belum dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat. Artinya keterbukaan informasi dalam hal kegunaan dan pelaksanaan jasa Influencer belum didapatkan secara penuh oleh masyarakat. 

Belum terbukanya informasi terkait penyelenggaraan jasa Influencer dalam mensosialisasikan program pemerintah kepada masyarakat dapat menimbulkan suatu dugaan penyalahgunaan keuangan negara. Bukan tanpa sebab, tidak diketahuinya suatu pihak secara pasti yang menjadi Influencer dan tumpang tindihnya tugas Influencer dengan humas beserta juru bicara pemerintah menjadi faktor utama perlunya proses audit keuangan dalam penggunaan jasa Influencer. Dua lembaga negara, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya telah didesak untuk melakukan penggerakan untuk mengaudit anggaran keuangan negara untuk jasa Influencer. Lantas apakah kedua Lembaga ini telah mengambil suatu tindakan untuk melakukan audit keuangan?

  1. Badan Pemeriksa Keuangan

Mengacu pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK memiliki tugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Badan Usaha Milik Negara, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Artinya BPK berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap keuangan negara yang digunakan untuk jasa Influencer. Hal ini juga dapat berfungsi untuk memangkas dan meminimalisir dana untuk jasa Influencer sehingga dapat dialokasikan kepada kebutuhan negara lainnya yang lebih penting. Mengingat bahwasannya dalam keadaan pandemi Covid-19 seperti ini alokasi dana akan jauh lebih bermanfaat apabila digunakan untuk kebutuhan sandang, pangan masyarakat. Akan tetapi hingga kini belum terdapat laporan resmi terkait audit keuangan jasa Influencer, bahkan Achsanul Qosasi selaku anggota BPK pun telah menuturkan bahwa, “BPK belum menelusuri hal tersebut karena terbagi dalam beberapa kementerian dan lembaga, dan terakumulasi dalam bbrp tahun. Kecuali ada Permintaan dari DPR”. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa belum ada langkah konkret terkait anggaran Influencer.

  1. Komisi Pemberantasan Korupsi

Adanya kemungkinan penyalahgunaan wewenang dalam penganggaran keuangan negara untuk jasa Influencer mengharuskan KPK untuk melakukan penyelidikan. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan bahwa dalam proses tender atau pelaksanaan, akan ditemukan perbuatan korupsi, suap, dan gratifikasi antara pejabat dengan Influencer yang terlibat. Dengan adanya penyelidikan maka akan ditemukan suatu gambaran yang jelas terkait penyelenggaraan jasa Influencer dalam mensosialisasikan program pemerintah. Hingga saat ini KPK masih belum melaporkan temuan resmi terkait anggaran jasa Influencer, namun hal ini juga masih dalam tahap wajar karena KPK dalam melakukan tugasnya tidak harus disampaikan secara terbuka.