Polemik Sistem Presidential Treshold yang tak kunjung usai

Ambang batas yang merujuk pada kekuatan masa lalu dinilai tidak relevan lagi dengan situasi sekarang. Dengan hadirnya ambang batas ini, peta politik akan berubah. Politik transaksional akan cenderung muncul karena adanya koalisi. Partai politik pengusung  yang berkoalisi cenderung akan meminta “jatah” jabatan di pemerintahan kepada presiden yang terpilih. Sehingga  pada akhirnya presiden bekerja bukan untuk rakyat tapi untuk kepentingan partai politiknya. 

Dalam pelaksanaannya, mekanisme presidential treshold sebagai syarat pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden dinilai memberatkan partai politik. Pasalnya, Partai politik sebagai mesin penghasil bakal calon pasangan presiden dan wakil presiden tidak mampu memenuhi persyaratan yang ada.  Hal ini yang menyebabkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertanding pada pemilu sedikit.

Dampak lain yang ditimbulkan jika kita menghapus sistem presidential threshold ini akan memunculkan  pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih banyak. Pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut harus mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum yang berlangsung. Hal ini diperkuat dalam pasal 6A ayat 3 UUD 1945 “pasangan calon presiden dan wakil presiden harus mendapatkan suara lebih dari 50%  dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara disteiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi presiden dan wakil presiden”.