Polisi Virtual : Perlindungan atau Ancaman Kebebasan Berpendapat

Polisi virtual telah dibentuk mengacu pada Surat Edaran Kapolri No. 2/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif yang menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengutarakan tugas polisi virtual ialah untuk memantau aktivitas di media sosial hingga memperingatkan suatu unggahan atau konten berpotensi melanggar UU ITE.

Kepentingan lain pembentukan polisi virtual di Indonesia ialah sebagai upaya edukasi dan langkah persuasif kepada masyarakat dalam penyampaian pendapat agar terhindar dari dugaan kriminalisasi pelanggaran pidana. Polisi virtual telah terintegrasi oleh lembaga BSSN maupun Kominfo yang dijalankan oleh Direktorat Tindak Pidana Bareskim POLRI.

Kedudukan polisi virtual di ranah digital seharusnya tidak mengganggu hak demokrasi masyarakat. Sebab jaminan kebebasan berpendapat telah termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 maupun dalam UU HAM. Seyogyanya kehadiran polisi virtual mampu memberikan pencegahan ketidakpastian penyebaran segaa informasi yang tersebar di internet terutama media sosial seperti fenomena berita hoax dan ujaran kebencian.Polisi virtual pada dasarnya digunakan sebagai upaya pencegahan, bukan mengarah pada tindak kriminalisasi atau pemidanaan. Namun terdapat beberapa hal lain yang perlu dikaji kembali mengenai kehadiran polisi virtual yang menyinggung kebebasan berkespresi dan berpendapat.