Potret Buruk Praktik Legislasi di Indonesia Masih Terjadi

Hal ini ditemukan misal dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menariknya draf tersebut justru mudah didapatkan melalui media sosial online, namun ironisnya media sosial pemerintah ataupun DPR tidak ada satu pun yang menyebarluaskan draf maupun naskah akademik tersebut secara resmi. Ditambah draf RUU tersebut selalu berubah-ubah, misal draf versi paripurna tertanggal 5 Oktober 2020 berisi 905 halaman kemudian versi penyerahan kepada Presiden tertanggal 14 Oktober 2020 berisi 812 halaman, kedua draf perubahan inipun tidak dapat diakses dengan cepat oleh masyarakat serta tidak ada legitimasi dari pemerintah atau DPR secara resmi draf yang benar.

Problematika lainnya dapat dilihat dari aspek partisipasi publik yang terenggut oleh pendistorsian otoritatif kekuasaan legislator. Misal Tahun 2020 pada pembahasan RUU Cipta Kerja yang dilakukan dengan cepat dan terkesan serampangan. Tahun 2020 juga terdapat beberapa UU yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang (Perppu) yang justru mendistorsi partisipasi publik secara aktif. Seperti misal Perppu No. 2 Tahun 2020 yang berisi penundaan waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Dimana proses pengesahannya mengabaikan aspirasi publik dengan tetap disahkannya dan dilaksanakannya Pilkada ditengah pandemi.