Problematik Sentralisasi Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Perspektif Otonomi Daerah

Berangkat dari hal tersebut, UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009), juga memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya alam mineral dan batu bara sebagai perwujudan semangat dari penerapan prinsip otonomi daerah. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 37 UU No. 4/2009, terkait pembagian kewenangan dalam pemberian izin usaha pertambangan. Namun, setelah disahkannya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketentuan Pasal 37 yang mengatur terkait pembagian kewenangan perizinan tersebut telah dihapuskan. Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2020 tersebut dengan tegas menyatakan bahwa penguasaan pertambangan mineral dan batu bara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini mencerminkan adanya sentralisasi kewenangan dalam pemberian izin, sehingga dinilai telah mencederai pelaksanaan prinsip Otonomi Daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam Konstitusi. Seharusnya, pemerintah daerah tetap mempunyai kewenangan dalam pemberian izin pertambangan karena berdasarkan pembagian urusan pemerintahan yang bersifat konkuren telah jelas menyatakan bahwa bidang energi dan sumber daya mineral merupakan kewenangan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Namun, dalam UU No. 3 Tahun 2020 tersebut, kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam pengelolaan mineral dan batu bara khususnya dalam kewenangan pemberian izin justru telah ditarik ke Pemerintah Pusat sehingga pembinaan dan pengawasan yang seharusnya dilaksanakan Pemerintah Daerah pun digugurkan dengan adanya UU perubahan tersebut (Andre Barahamin: 2021).