Problematika Daluwarsa Pelaporan Tindak Pidana Pemilu

Terdapat beberapa instrumen hukum yang dapat mendukung integritas penyelenggaraan pemilu, salah satu diantaranya adalah hukum pidana pemilu. Problematika mengenai penegakan hukum pidana pemilu di Indonesia dari tahun ke tahun selalu menjadi persoalan yang tidak pernah selesai. Misalnya saja, mengenai kurangnya efektivitas penanganan perkara pidana pemilu secara tuntas.

Potensi Daluwarsa Kasus 

Berkaitan dengan persoalan penanganan perkara tindak pidana pemilu, salah satu yang menjadi catatan Penulis adalah pendeknya jangka waktu pelaporan pelanggaran tindak pidana pemilu. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 454 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), dimana batas waktu pelaporan adanya dugaan pelanggaran pemilu hanya sampai 7 hari. Pendeknya batas waktu tersebut sangat berpotensi menyebabkan banyaknya pelanggaran tindak pidana pemilu yang tidak dapat terselesaikan dengan tuntas bahkan bisa terlewatkan begitu saja.

Penulis menyadari bahwa argumentasi yang hendak disampaikan oleh pembentuk undang-undang dengan membatasi daluwarsa pelaporan dugaan tindak pidana pemilu yang hanya 7 hari tersebut bertujuan untuk menjamin keberlangsungan pemilu dengan penuh kepastian hukum. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh konsep speedy trial yang melekat pada berbagai aspek penyelenggaraan pemilu. Namun, Penulis berpendapat bahwa konsep tersebut tidak selayaknya dilekatkan pada konteks hukum pidana pemilu.