Oleh karenanya, sudah sepatutnya daluwarsa pelaporan tindak pidana pemilu perlu dibenahi oleh pembentuk undang-undang. Apabila pembentuk undang-undang enggan untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 78 KUHP, yakni daluwarsanya 6 tahun. Setidaknya, pembentuk undang-undang dapat lebih memperpanjang daluwarsa pelaporan dugaan tindak pidana pemilu menjadi lebih logis dan masuk akal.
Guna menjamin adanya keadilan dan kesamaan, dalam hal ini Penulis merekomendasikan daluwarsa pelaporan dugaan tindak pidana pemilu dapat ditambah menjadi 30 hari. Dengan jangka waktu demikian dirasa menjadi wajar dan logis bagi pelapor untuk menemukan berbagai alat bukti demi menguatkan laporannya. Hal ini juga tentu tidak bertentangan dengan konsep speedy trial yang melekat dalam proses penyelenggaraan pemilu.
Dengan demikian, persoalan mengenai kurang efektifnya penegakan hukum pidana pemilu diharapkan dapat sedikit teratasi dengan adanya penambahan daluwarsa waktu pelaporan dugaan tindak pidana pemilu. Hal ini tentunya juga dapat berdampak baik terhadap iklim demokrasi Indonesia agar dapat menghasilkan calon pemimpin bangsa yang terpilih melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.