“Perppu ini merupakan bentuk pembangkangan, kudeta terhadap konstitusi, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.  Penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu, yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa”.

Selanjutnya, Bivitri Susanti (ahli hukum tata negara) menyebutkan:

“Perppu Cipta Kerja ini sebagai jalan pintas mengakali putusan MK yang mengamanatkan perbaikan UU Cipta Kerja dengan memenuhi syarat partisipasi publik yang bermakna. Perppu tidak membutuhkan partisipasi publik. Lagi pula, tidak ada kedaruratan yang melatarbelakangi Perppu Cipta Kerja ini”.

Atas hal tersebut, penerbitan dan pengesahan Perppu Cipta Kerja dapat menunjukkan bahwa publik tidak ada artinya bagi Pemerintah dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali menegaskan dalam putusannya mengenai pentingnya partisipasi yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

MK melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 kembali menegaskan bahwa partisipasi masyarakat harus sarat akan makna (meaningful participation) dengan aturan:

  • Hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya
  • Hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan
  • Hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

Untuk menjawab perihal mekanisme yang dapat digunakan untuk membatalkan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, sebagai berikut:

  1. Mengajukan judicial review ke MK. Hal ini jalur konstitusional yang disediakan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 apabila warga negara tidak setuju terhadap keberlakuan suatu Undang-Undang. Judicial review ini dapat diajukan secara formil maupun materil.
  2. Melakukan legislative review yakni mengubah UU Cipta Kerja agar sesuai dengan tuntutan masyarakat. Perubahan melalui jalur normal di DPR, dalam hal ini masyarakat dapat mendesak fraksi Partai Politik yang menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang  untuk mengusulkan kembali UU Cipta Kerja supaya diubah maupun dicabut.
  3. Mendesak Presiden menerbitkan Perppu untuk membatalkan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.