Problematika Status ASN Pegawai KPK

Persoalan Independensi

Mengenai independensi pegawai KPK, status kepegawaian KPK pasca revisi UU KPK yang menempatkan pegawai KPK sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara berpotensi menimbulkan loyalitas ganda serta ketidakpastian hukum. Munculnya loyalitas ganda pegawai berkaitan dengan status dan kedudukannya sebagai pegawai KPK yang sekaligus sebagai bagian dari ASN. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana (Hukum Online, 2021) menilai bahwa dengan beralihnya status pegawai KPK menjadi ASN sulit diharapkan keberanian KPK dalam menindak pelaku korupsi yang berasal dari lingkup pemerintahan. Mengapa demikian, karena seluruh aturan kepegawaian KPK bukan lagi tunduk pada KPK akan tetapi justru pada KemenPanRB yang dimana merupakan bagian dari pemerintah. Selanjutnya, penanganan perkara sewaktu-waktu dapat terganggu dengan adanya alih status kepegawaian ini. Hal ini karena ketika pegawai KPK menjadi bagian dari aparatur sipil negara maka kapan saja dapat dipindahkan ke lembaga negara lainnya, sehingga penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani berpotensi menjadi terganggu.

Dalam konteks penegakan hukum, adanya peralihan status menjadi ASN juga berpotensi mengurangi independensi penyidik karena dengan berlakunya regulasi ini maka setiap penyidik KPK akan berganti status menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa PPNS dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian. Padahal apabila melihat kembali sejarah pembentukan KPK pada era reformasi bermula dari kegagalan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum yang ada, yakni kepolisian dan kejaksaan.