Reformulasi Checks and Balances di Indonesia: Analisa Perubahan Kewenangan Presiden dalam Sistem Presidensial Indonesia Pasca-Reformasi

Sedangkan secara substantif, UUD 1945 banyak sekali mengandung kelemahan. Hal itu dapat diketahui antara lain; pertama, kekuasaan eksekutif terlalu besar tanpa disertai oleh prinsip check and balances yang memadai, sehingga UUD 1945 biasa disebut executive heavy, dan itu menguntungkan bagi siapa saja yang menduduki jabatan presiden, kedua, rumusan ketentuan UUD 1945 sebagian besar bersifat sangat sederhana, umum, bahkan tidak jelas (vague), sehingga banyak pasal yang menimbulkan multi tafsir; Selanjutnya yang ketiga,unsur-unsur konstitusionalisme tidak dielaborasi secara memadai dalam UUD 1945; keempat,, UUD 1945 terlalu menekankan pada semangat penyelenggara negara; kelima, UUD 1945 memberikan atribusi kewenangan yang terlalu besar kepada presiden untuk mengatur pelbagai hal penting dengan UU. Akibatnya, banyak UU yang substansinya hanya menguntungkan Presiden dan DPR selaku pembuatnya ataupun saling bertentangan satu sama lain (Huda, 2001: 4).

Sedangkan pasca-reformasi, pemerintah Indonesia melakukan upaya perubahan dalam konsep sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia selama ini. Perubahan tersebut antara lain dengan mengurangi kuasa yang cenderung koruptif pada lembaga kepresidenan (eksekutif), serta memberi porsi yang lebih banyak pada parlemen (legislatif) untuk melakukan fungsi kontrol terhadap kekuasaan presiden dan untuk menghindari pemerintah yang otoriter seperti pemerintahan orde baru.