Rekontruksi Daya Ikat Kontrak Politik: Upaya Memperkuat Daulat Rakyat dalam Kampanye Politik

Oleh: Michael

Indonesia sejak amandemen ke-3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di tangan rakyat. Sebagai negara kedaulatan rakyat, penting bagi Indonesia untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Salah satu implementasi daripada prinsip kedaulatan rakyat adalah melalui pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). Pada tahapan pemilu kita mengenal salah satu tahapan penting, dimana calon peserta pemilu menawarkan program serta menyampaikan janji-janji yang akan dilaksanakan yaitu melalui tahapan kampanye.

Namun, pada faktanya banyak sekali menemukan janji-janji politik calon kepala daerah, calon anggota parlemen, dan bahkan calon presiden yang gagal untuk dipenuhi. Bagi masyarakat biasa, apabila terjadi praktek ingkar janji, maka terdapat konsekuensi yaitu untuk melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga (Pasal 1243 KUHPerdata). “Tajam ke bawah, tumpul ke atas” mungkin peribahasa inilah yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perlakuan peraturan perundang-undangan di Indonesia terhadap “ingkar janji yang dilakukan oleh sesama warga negara” dengan “ingkar janji yang dilakukan oleh calon pejabat terhadap para pemilihnya”. Padahal menurut almarhum Bapak Dr. Ibnu Tri Cahyo dalam jurnal yang berjudul “Analisis Putusan Tentang Gugatan Wanprestasi Terhadap Pengingkaran Janji Kampanye Oleh Presiden Terpilih” yang ditulis oleh Riana Susmayanti, dikemukakan bahwa pesta demokrasi adalah implementasi daripada janji kampanye dari pemenang pemilu dalam melaksanakan pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Oleh karenanya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi seharusnya warga negara dapat meminta pertanggungjawaban terhadap para pemenang pemilu yang tidak menjalankan janji-janji politiknya.