Rekontruksi Daya Ikat Kontrak Politik: Upaya Memperkuat Daulat Rakyat dalam Kampanye Politik

Menurut pasal 1338 KUHPerdata, semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun terhadap hak-hak yang diperjanjikan oleh peserta pemenang pemilu, tidak diakomodir oleh peraturan perundang-undangan. Pada kasus ini, perlindungan hukum terhadap warga negara yang menerima janji peserta pemilu tidak dipenuhi. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Oleh karenanya perlu adanya pengaturan perlindungan terhadap pelaksanaan kontrak sosial yang telah dibuat oleh pemenang pemilu dan para pemilihnya.

Arbi Sanit dalam bukunya yang berjudul Sistem Politik Indonesia menyatakan bahwa Pemilu sebagai kontrak sosial harus menjamin hak dan kewajiban pemilih di satu pihak dan hak serta kewajiban para pemimpin di pihak lainnya. Hak pemilih ialah berdaulat menentukan pilihan yang dioperasikan melalui kebebasan menentukan pilihannya atau tidak memilih siapa pun dan merahasiakannya. Sedangkan kewajiban pemilih, berupa menjatuhkan pilihan kepada calon yang tepat secara benar berdasar pertimbangan bahwa hasilnya akan mendatangkan faedah bagi diri, golongan, masyarakat dan negara. Sebaliknya, hak para kandidat dalam pemilu yaitu berhak mendapatkan suara pemilih sebanyak mungkin, sebagai syarat untuk memperoleh posisi kekuasaan negara yang diingini dan diincarnya. Operasionalisasi hak itu memungkinkannya membujuk pemilih dengan cara yang sah dan benar sesuai dengan prinsip persuasi demokratik. Konsekuensinya, adanya kewajiban para kandidat pemilu untuk mempertanggungjawabkan segala upayanya dalam mendapatkan suara pemilih. Lebih dari itu, kandidat pemilu yang berhasil menjadi penguasa berkewajiban melakukan upaya secara sah untuk menunaikan janjinya ketika pemilu.