Restorative Justice dan Cita Hukum Pancasila

Dengan menggunakan sistem pemidanaan Restorative Justice, Setidaknya dalam penyelesaian perkara pidana dapat melibatkan pelaku kejahatan, korban, dan pihak lain yang terkait untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pada pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan (Hiariej, 2016: 44). Dengan Restorative Justice juga dapat menegakkan dasar filosofi dari penegakan hukum dan HAM berdasarkan cita-cita Pancasila, yaitu pada sila ke- 4 Pancasila. Sila tersebut memiliki kandungan falsafah permusyawaratan atau musyawarah yang memiliki makna mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama. 

Musyawarah untuk mencapai mufakat meliputi semangat kekeluargaan, sehingga jika di breakdown falsafah musyawarah mengandung lima prinsip sebagai berikut. Pertama, conferencing (bertemu untuk mendengar dan mengungkapkan keinginan); kedua, search solution (mencari solusi atau titik temu atas masalah yang sedang dihadapi); ketiga, reconciliation (berdamai dengan tanggung jawab masing-masing); keempat, repair (memperbaiki atas semua akibat yang timbul); kelima, circles (saling menunjang) (Prayitno, 2012: 414).

Berdasarkan kelima prinsip diatas, maka secara ketatanegaraan restorative justice menemukan dasar pijakannya dalam falsafah sila ke- 4 Pancasila. Dasar pijakan itu jika diimplementasikan dalam pola penyelesaian perkara pidana mengandung prinsip yang disebut dengan istilah VOC (Victim Of-fender Conferencing). Target dalam VOC (Victim Offender Conferencing) adalah mediasi atau VOM (Victim offender Mediation), yaitu kesempatan untuk berdamai dan saling menyepakati perbaikan. (Prayitno, 2012: 414))