Restorative Justice: Paradigma Penyelesaian Perkara Pidana

Restorative Justice memiliki arti keadilan yang merestorasi atau dengan kata lain memulihkan. Dari penjelasan tersebut kita dapat mengetahui bahwa tujuan utama dari restorative justice adalah memulihkan. Apa yang dipulihkan? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penulis ingin pembaca memahami ciri dari restorative justice berikut:

  1. Restorative justice mengharuskan untuk adanya upaya pemulihan atas kerugian korban yang timbul akibat dari tindak pidana;
  2. Restorative justice mengharuskan untuk memberi kesempatan bagi pelaku tindak pidana untuk dilibatkan dalam upaya pemulihan kerugian korban.

Semua hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan keadilan bagi korban dan pelaku dengan merestorasi/memulihkan hal berikut:

  1. Kerugian korban (mental, harta, nama baik, dsb);
  2. Nama baik pelaku tindak pidana (agar bisa diterima Kembali di masyarakat);
  3. Hubungan baik antara pihak korban dan pelaku tindak pidana.

Dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian kasus tindak pidana tidak cukup dengan hanya mengandalkan proses pemidanaan konvensional. Upaya menyelesaikan masalah melalui restorative justice harus didahulukan sebelum melakukan proses pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana. Hal ini penting dilakukan karena prosedur pemidanaan konvensional tidak memungkinkan pihak-pihak terkait, dalam kasus ini korban dan pelaku tindak pidana, untuk secara aktif terlibat dalam penyelesaian masalah mereka. Setiap indikasi tindak pidana akan selalu digulirkan ke wilayah penegakan hukum yang sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum terlepas dari eskalasinya. Keterlibatan aktif
masyarakat dalam hukum tampaknya akan usang. Segala sesuatu akan mengarah pada penghakiman atau hukuman tanpa memperhatikan esensi dari keadilan itu sendiri.