Restrukturisasi Hubungan Pekerja dengan Pemerintah dalam UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020)

Menjadi penting untuk dicatat bahwa ketentuan terkait dengan penghitungan upah minimumdi UU Cipta Kerja tidak lagi menggunakan “kebutuhan hidup layak” sebagai pertimbangan.Perhitungan semata dilandaskan pada variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.Pertanyannya, dapatkah variabel-variabel ini merepresentasikan kebutuhan hidup layak bagipekerja? Menjadi ironis bahwa ketentuan ini justru akan menjauhkan kebijakan pengupahandengan tujuan awalnya yaitu memberikan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Hal-hal vital yang berubah terkait pengupahan antara lain yaitu perubahan upah minimum,upah minimum sektoral, ruang lingkup pengupahan, serta struktur dan skala upah. Perubahanini patut dikritisi karena menghilangkan pertimbangan golongan, jabatan, masa kerja,pendidikan, dan kompetensi dalam struktur dan skala upah. Padahal, struktur dan skala upahbisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk memacu pengembangan kompetensi pekerja,dengan pemberian reward berupa kenaikan upah. Dengan ketentuan yang baru, reward initerancam hilang dan hal ini bisa menjadi kontraproduktif dengan cita-cita perbaikan kualitasSDM pekerja Indonesia.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pasal lain yang juga banyak menimbulkan polemik adalah ketentuan terkait PemutusanHubungan Kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja. Secara filosofis, PHK dalam konsepsihubungan industrial Pancasila adalah hal yang sangat dihindari. Sehingga wajar jikapengaturan PHK dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dibuat sangat rigid untuk sedapatmungkin mencegah terjadinya PHK, terutama dalam Pasal 151 ayat (2) serta Pasal 151 ayat (3)UU Ketenagakerjaan.