Revisi Statuta UI, Kemenangan Politik atas Hukum?

Oleh: Hario Danang Pambudhi

Sivitas akademika Universitas Indonesia (UI) kini tengah digojag-gajig isu dwifungsi Rektor yang turut merangkap sebagai wakil komisaris di salah satu BUMN. Setelah didesak dan dicibir warganet, Rektor UI akhirnya legowo menanggalkan posisi sebagai wakil komisaris. Namun, mundurnya Rektor UI sebagai wakil komisaris tidak lepas dari kontroversi sebab didahului oleh kemunculan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Perubahan Statuta UI yang sebenarnya memperbolehkan jabatan Rektor turut merangkap sebagai komisaris atau wakilnya.

Kendati Nadiem Makarim turut buka suara dengan mengatakan bahwa ditekennya PP tersebut oleh karena sudah lama dibahas sejak tahun 2019, namun hal tersebut dirasa tidak etis karena seakan-akan Pemerintah memiliki andil untuk mengizinkan perubahan klausul dwifungsi Rektor sebagai komisaris. Muatan yang kontroversial tersebut seakan membuka kenyataan yang jauh lebih besar akan kuatnya determinasi proses politik atas hukum, sehingga menyebabkan mudahnya hukum untuk diubah sesuai kepentingan politik.

Politik Memengaruhi Hukum?

Apabila menggunakan kacamata posivistis, hukum merupakan das sein yang secara realistis sangat dipengaruhi oleh politik, bukan saja dalam pembuatannya tetapi juga dalam kenyataan empirisnya. Jika mengingat definisi hukum menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, maka didapati bahwa hukum merupakan seperangkat asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat mencakup lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan.