Revitalisasi Peran DPD RI Guna Mengawal Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Oleh: Egi Purnomo Aji

(Internship Advokat Konstitusi)

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) sebagai lembaga negara yang lahir dari “Rahim” reformasi, dengan lain kata merupakan lembaga negara hasil konsepsi amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD). Gagasan dasar lahirnya lembaga DPD adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik, terutama hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. 

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, munculnya DPD RI juga berarti suatu konfigurasi politik yang mendasari pada gezagsverhouding (hubungan kekuasan) yang bersifat demokratis yang berdampak pada produk hukum yang responsif atas pengalaman Indonesia pada pemerintahan orde baru, di mana hubungan pusat dan daerah tidak harmonis dan pengambilan keputusan pemerintahan yang bersifat sentralistik. Sehingga mengakibatkan ketimpangan, kecemburuan sosial dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberikan indikasi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta juga dalam keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI selama ini ‘sebelum dilakukan amandemen’ (Jimly, 2006: 40-42) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Di samping itu juga berdampak pada keanekaragaman dan ciri khas suatu daerah tidak terakomodasi untuk hidup dan berkembang (Patrialis, 2013: 67).