RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Masuk Prolegnas 2023 : Menalar Cuti Melahirkan Selama 6 Bulan

Peraturan terkait cuti melahirkan sebenarnya telah diatur di dalam UU ketenagakerjaan karena cuti tersebut termasuk dalam hak ketenagakerjaan. Hadirnya RUU KIA menyebabkan tumpang tindih dengan UU ketenagakerjaan. Mengingat asas lex posteriori derogat legi priori dimana UU yang lebih dulu terbit akan digugurkan oleh UU yang baru jika kedua UU tersebut memiliki norma yang sama. Sehingga, UU Ketenagakerjaan akan digantikan oleh RUU KIA apabila telah disahkan. Menurut Dr. Ida Susanti, SH. LL.M, dosen dan peneliti di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, peraturan cuti melahirkan termasuk dalam hak ketenagakerjaan maka seharusnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan untuk menghindari tercerai berainya hak-hak tentang ketenagakerjaan. Menurut beliau, RUU KIA cukup mengatur secara umum tentang hak cuti melahirkan, cuti keguguran dan cuti pendampingan istri yang melahirkan atau keguguran sebagai hak normatif. Kemudian, aturan lebih detail mengenai lamanya cuti, cara pengambilan cuti, konsekuensi finansial dari pembayaran cuti, penegakan dan pengawasan hak harusnya diatur dalam UU ketenagakerjaan.

Perubahan pengaturan cuti melahirkan pekerja perempuan tersebut memunculkan banyak sekali pertanyaan. Seperti yang kita lihat, selama ini banyak sekali perempuan yang kesulitan untuk melaksanakan cuti melahirkan selama 3 bulan karena takut di PHK atau takut dianggap sebagai beban ekonomi oleh suatu perusahaan. Kemudian, bagaimana bila aturan cuti melahirkan diperpanjang menjadi minimal selama 6 bulan semakin memperparah keadaan seperti memunculkan banyak perusahaan yang akhirnya tidak mau mempekerjakan perempuan. Semangatnya memang melindungi hak perempuan dan anak, namun perlu juga untuk memperhatikan aspek keberlangsungan usaha.