Seberapa Jauh Negara Dapat Melakukan Intervensi dalam Konten-Konten di Internet?

Baru-baru ini survei menarik yang dilakukan oleh perusahaan Microsoft dengan judul Digital Civility menunjukan pengguna internet Indonesia sebagai pengguna internet yang paling tidak sopan. Survei tersebut lantas direspon oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan rencana pembentukan Komite Etika Berinternet. Dikutip dari Antaranews, komite etika berinternet ini akan merumuskan panduan praktis mengenai penggunaan internet dan media sosial yang berlandaskan asas kejujuran, penghargaan, kebajikan, dan menghormati privasi individu. Dengan ini diharapkan literasi digital masyarakat dan kemampuan merespon informasi dapat meningkat.

Rangkaian tindakan pemerintah ini semakin menunjukan upaya pemerintah  untuk lebih konkrit mengatur kehidupan berekspresi di internet. Aktivitas-aktivitas di internet telah dianggap setara dengan aktivitas biasa. Selain memberikan pengaturan mengenai kegiatan internet seperti transaksi daring dan pendaftaran penyelenggara sistem, pemerintah juga cenderung hendak mengintervensi publikasi informasi dan bagaimana masyarakat menggunakan nya di internet. Lantas pertanyaan muncul, sejauh mana sesungguhnya negara dapat mengatur kehidupan berekspresi di internet? 

Hakikatnya negara berkewajiban untuk memenuhi, menghormati, dan melindungi hak asasi manusia. Hak atas informasi, berekspresi, dan mengemukakan pendapat telah dijamin melalui Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28C, 28E, dan 28F. Pasal 28C memuat hak setiap orang untuk mengembangkan diri dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 28E menjamin setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat. Sementara Pasal 28F secara spesifik menjamin setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia. Hak-hak itu juga telah diakui dalam berbagai instrumen HAM dunia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang semakin memperkuat universalitas hak-hak tersebut.