Selanjutnya dalam memperhatikan bagaimana negara melakukan pengaturan dalam pengelolaan di internet, terdapat dua hal yang perlu dilihat. Pertama, mengenai substansi pengaturan pembatasan konten. Sejauh ini Pengaturan akan internet secara khusus berada pada Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik j.o. Undang-Undang No. 11 tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam UU ITE negara melakukan pembatasan berupa larangan akan distribusi informasi yang memuat kesusilaan, perjudian, pemerasan, yang mengakibatkan kerugian konsumen, yang mengandung kebencian berdasarkan SARA dan pencemaran nama baik. Pada dasarnya ketentuan tersebut berupaya untuk mengimplementasikan ketentuan pembatasan hak dalam UUD 1945 dengan definisi yang umum. Dalam rangka mencapai tujuan pembatasan hak, hendaknya ketentuan-ketentuan tersebut memiliki batasan yang spesifik dan seragam dengan ketentuan perundang-undangan yang lain.
Kedua, mengenai pelaku-pelaku dalam pengelolaan konten. Dilihat dari peraturan perundang-undangan yang ada, pengaturan yang ada cenderung mengarah pada pemusatan regulasi dari negara (state-centric). Dalam hal ini pemerintah ditempatkan sebagai pelaku utama dalam regulasi, pengawasan, dan pengendalian internet. Contoh nyata pengendalian dari pemerintah langsung diantaranya adalah pemblokiran dan penutupan akses pada berbagai situs, seperti netflix oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi.