Jadi, dapat diketahui bahwa syarat pembebasan bea masuk atas barang kiriman bersifat hadiah atau gift ini bukan diperuntukkan bagi perseorangan warga negara Indonesia, melainkan kepentingan badan atau lembaga pada bidang tertentu. Apabila dilihat dari peristiwa yang terjadi serta ketentuan pengenaan bea masuk, maka dianggap perlu untuk menguraikan atau mendefinisikan kembali barang kiriman berupa hadiah/gift/sampel hanya sebagai upaya apresiasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sebab makna frasa “diimpor untuk dipakai” yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) PMK No. 199/PMK.010/2019 sebagai dasar pengenaan bea masuk hadiah seyogyanya dapat dikonstruksikan adanya pembatasan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan apresiasi potensi warga negara Indonesia melalui syarat ketentuan. Hal ini mengembalikan pada hakikat pengenaan pajak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, percepatan pemulihan ekonomi, dan mendukung pembangunan nasional yang mandiri. 

Pajak diorientasikan sebagai optimalisasi ekonomi nasional sebagaimana tujuan utama perpajakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Lain halnya dengan barang kiriman hadiah/gift/sampel yang ketika sudah sampai di wilayah kepabeanan Indonesia hanya diperuntukkan sebagai wujud apresiasi keterlibatan warga negara atas prestasi yang dicapai di luar negeri. Maka dari itu, barang kiriman hadiah/gift/sampel impor meskipun untuk ditujukan agar dipakai, barang ini berhenti sebagai penghargaan semata, bukan digunakan dalam kepentingan ekonomi pembangunan nasional.