Urgensi Reposisi Hak Budget DPR dalam Pengelolaan Keuangan Negara & APBN

Adapun persetujuan akhir terhadap APBN dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR yang dihadiri juga oleh Wakil Pemerintah. Proses pengambilan keputusan diawali dengan Laporan Ketua Badan Anggaran (Ketua Banggar) yang menyatakan pembahasan APBN telah selesai dilaksanakan dan meminta untuk diambil keputusan. Dalam laporan tersebut, Ketua Banggar melaporkan juga mengenai pendapat dan catatan dari masing-masing fraksi. Kemudian Pimpinan Rapat Paripurna menanyakan kepada seluruh anggota parlemen apakah dapat menyetujui atau menolak hasil pembahasan tersebut. Persetujuan pada dasarnya dilakukan dengan musyawarah dan mufakat, namun apabila tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan melalui voting.

Uraian diatas menunjukkan bahwa hak budget DPR dalam pengelolaan keuangan negara tidak hanya seputar urusan yang bersifat makro strategis. Namun juga yang bersifat mikro teknis. Hak budget DPR dalam pengelolaan keuangan negara ini meliputi aspek perencanaan RAPBN, pembahasan RAPBN menjadi APBN, pengawasan pelaksanaan APBN, dan penerimaan laporan pertangggungjawaban pelaksanaan APBN.

Reposisi Hak Budget DPR: Sebuah Urgensi?

Pasal 23 UUD 1945 sebagai dasar konstitusional hak budget DPR sebenarnya secara harfiah telah membatasinya pada menerima atau menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Pembatasan hak budget tersebut intinya terletak pada fokus DPR untuk menilai dengan alasan legitimitas atau kemanfaatan publik terhadap APBN dibandingkan penilaian teknis. Jadi, DPR memfokuskan pada strategi anggaran negara yang sesuai dengan kebutuhan rakyat, bukan pada teknis angka-angka anggaran.