Urgensi Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Sebagai Upaya Penguatan Lembaga Konstitusi

Bila menelisik lebih lanjut dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) tersebut, setidaknya ada beberapa pasal yang dapat menjadi sorotan publik. Salah satu perubahan yang diusulkan adalah kenaikan usia minimal Hakim Konstitusi dari 47 tahun menjadi 60 tahun. Pasal 15 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 berbunyi, “Berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan.” Dalam Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (RUU MK), pasal di atas berubah menjadi, “Untuk dapat diangkat menjadi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat berusia paling rendah 60 (enam puluh) tahun.”

Kemudian permasalahan berikutnya adalah mengenai persyaratan untuk menjadi Hakim MK. Pasal 15 Ayat (1) menyatakan bahwa Hakim Konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; b. adil; dan c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Namun, nampaknya pasal ini tidak memiliki tolak ukur yang jelas mengenai persyaratan tersebut. Tidak ada peraturan yang tegas mengenai bagaimana faktualisasi syarat-syarat normatif tersebut.