VIRAL PELECEHAN SEKSUAL DI KERETA API, BAGAIMANA HUKUMNYA?

oleh : Faraz Almira Arelia

(Internship Advokat Konstitusi)

Pada hari Rabu (20/06/2022) beredar video seorang penumpang kereta api Argo Lawu dengan tujuan Solo-Jakarta. Dalam video tersebut terlihat penumpang mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan, ia di raba-raba oleh seorang penumpang pria yang duduk tepat berada di sampingnya. Dalam video tersebut terlihat penumpang pria berulang kali berusaha memegang paha korban. Korban sudah berusaha menegur secara langsung, namun pelaku tetap melakukan pelecehan.

Dalam kasus ini korban telah melaporkan tindakan pelecehan ke kondektur kereta. Petugas menindaklanjuti dengan memindahkan ke kursi lain. Sementara itu, Vice President Public Relation PT Kereta Api Indonesia (KAI) yaitu Joni Martinus menegaskan bahwa pihaknya meminta maaf sebesar-besarnya kepada korban, selain memindahkan kursi korban, pihak PT KAI juga memberikan teguran kepada pelaku dan akan memproses hukum.

Bagaimana hukum nya melakukan pelecehan seksual?

Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjelaskan mengenai 9 jenis kekerasan seksual, terdiri atas:

    1. pelecehan seksual nonfisik;
  • pelecehan seksual fisik;
  1. pemaksaan kontrasepsi;
  2. pemaksaan sterilisasi;
  3. pemaksaan perkawinan;
  4. penyiksaan seksual;
  5. eksploitasi seksual;
  6. perbudakan seksual; dan
  7. kekerasan seksual berbasis elektronik.

Pada kasus ini termasuk jenis pelecehan seksual fisik karena pelaku secara nyata meraba-raba fisik korban yaitu paha. Maka, hukuman bagi pelaku berdasarkan pasal 6  UU TPKS, yaitu:

  1. Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  2. Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  3. Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00. (tiga ratus juta rupiah).

Dari ketiga unsur pemidanaan, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 6 huruf a UU TPKS. Analisisnya karena pada kasus ini hanya meraba-raba paha korban sehingga tidak memenuhi unsur “menempatkan dibawah kekuasaan” seperti yang tercantum dalam pasal 6 huruf b. Adapun huruf c tidak terpenuhi karena pada kasus ini tidak sampai pada “persetubuhan atau perbuatan cabul”, Sehingga yang paling tepat adalah a karena memenuhi unsur ‘’merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya’’.