KPK Tahan Mantan Wakil Ketua DPRD Tulungagung

oleh : Nurjamil

Internship Advokat Konstitusi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menahan mantan Wakil Ketua DPRD Tulungagung Agus Budiarto. Agus merupakan tersangka kasus suap ketok palu pembahasan dan pengesahan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun 2015. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, “Penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk kebutuhan penyidikan”.

Karyoto mengatakan Agus ditahan untuk 20 hari pertama hingga 31 Agustus 2022. KPK menduga Agus meminta Rp 1 miliar pada mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Uang itu diterima bersama legislator Tulungagung lainnya Adib Makarim dan Imam Kambali.

Adib dan Imam sudah ditahan lebih dulu. Menurut Karyoto, Syahri Mulyo kemudian memberikan Rp 230 juta kepada tiga anggota DPRD itu. Uang diberikan agar DPRD menyetujui usulan anggaran pendapatan dan belanja Kabupaten Tulungagung.

KPK  menjerat ketiga orang itu melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab UndangUndang Hukum Pidana yang berbunyi “Orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.”

Adapun bunyi Pasal 11 dan12 UU No.31 Tahun 1999 sebagai berikut:

Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pasal 12

  1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untukmenggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

()