Oleh: Hening Daini
Selama setahun terakhir Indonesia tengah menyelenggarakan Presidensial G20, tepatnya mulai dari 1 Desember 2021 hingga November 2022. Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan G20 selama setahun penuh. G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. G20 merupakan representasi lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Perhelatan G20 telah menyita banyak perhatian warga Indonesia tak terkecuali warga dunia. Utamanya saat KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) G20 berlangsung pada tanggal 15 – 16 November 2022 di Bali. Kehadiran pemimpin negara-negara anggota G20 menimbulkan cerita tersendiri. Salah satunya cuitan viral dua Warga Negara Inggris bernama Mahyar Tousi dan Sophie Corcoran di Twitter, yang dinilai Netizen mencoba untuk mencemooh Endek. Endek sendiri merupakan kain tenun dari Bali yang dibuat secara tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin. Tidak hanya Endek selama perhelatan besar ini sejumlah busana khas Indonesia juga kerap digunakan seperti Pakaian Adat, Batik, Kebaya, dll.
Di dalam hukum positif Indonesia sendiri ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional Indonesia telah dilindungi oleh beberapa produk hukum. Dikutip dari website resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Ekspresi Budaya Tradisional adalah segala bentuk ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya yang menunjukan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara eksplisit melindungi Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan dengan Hak Cipta. Pada Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta mencantumkan bahwa karya seni Batik atau seni motif lain masuk ke daftar Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi. Endek sebagai salah satu kain tenun masuk dalam kategori seni motif lain. Tidak hanya itu perlindungannya termasuk perlindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau nonelektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Masih dalam peraturan yang sama, Hak Cipta terhadap karya seni Batik atau seni motif lain ditetapkan berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Atau apabila Hak Ciptanya dimiliki oleh Badan Hukum maka ia akan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Selain pada Undang-Undang Hak Cipta perlindungan mengenai Ekspresi Budaya Tradisional juga diatur ketentuannya dalam peraturan lain. Seperti pada Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Undang-undang ini melindungi hak setiap orang untuk mendapatkan perlindungan atas hasil ekspresi budayanya (Pasal 41 Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan) dimana Pemerintah yang bertugas untuk menjamin perlindungan tersebut.
Batik sudah diakui secara Internasional oleh UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan budaya takbenda atau Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, pada 2 Oktober 2009. Jauh sebelum itu sebenarnya Batik sudah dikenal melalui buku Thomas Stamford Raffles yakni buku The History of Java yang mencatat setidaknya ada 100 motif batik yang pernah dijumpai Raffles di Jawa pada saat ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal (1811-1816). Pengakuan terhadap aspek budaya dan pengetahuan tradisional hingga saat ini hanya dapat dilakukan dan diverifikasi sebagai hal-hal yang dianggap warisan budaya dunia oleh UNESCO. Tapi fakta menariknya pemerintah sempat membahas terkait Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (“RUU PTEBT”). Sayangnya, hingga saat ini peraturan tersebut tidak kunjung disahkan.
Pasca Batik dinobatkan sebagai warisan budaya takbenda dunia, beberapa peraturan pelaksana di Kementerian pun disahkan. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia No. 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan pencatatan dan penetapan warisan budaya takbenda yang ada di wilayah Indonesia guna melestarikan Warisan Budaya Takbenda. Adapun yang dimaksud dengan Budaya Takbenda adalah seluruh hasil perbuatan dan pemikiran yang terwujud dalam identitas, ideologi, mitologi, ungkapan-ungkapan konkrit dalam bentuk suara, gerak, maupun gagasan yang termuat dalam benda, sistem perilaku, sistem kepercayaan, dan adat istiadat di Indonesia.
Satu fakta menarik lagi nih Constituzen, tentang salah satu Ekspresi Budaya Tradisional nusantara. Sejak Tahun 2009 tepatnya di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Hal ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2009 tentang Hari Batik Nasional.
Wah, dari kasus cuitan viral kedua warga negara Inggris tersebut kita bisa mengenal lebih dalam nih Constituzen tentang Ekspresi Budaya Tradisional yang kita miliki.
()