Wanda Hamidah, seorang aktris sekaligus mantan legislator, membuat heboh media sosial akibat penggusuran paksa rumah dan keluarganya yang dilakukan oleh Aparat dari Pemerintahan Jakarta Pusat atas surat perintah Gubernur DKI Jakarta. Akibat hal tersebut muncul kerusuhan saat melakukan penggusuran secara paksa. Hal ini terlihat dari unggahan Wanda Hamidah di akun instagram pribadinya. Wanda bahkan menandai petinggi republik seperti Presiden Joko Widodo. Kapolri Jenderal Listyo Sigit hingga Menko Polhukam Mahfud MD.
Kronologi Kasus
Pada awalnya surat teguran atau somasi telah disampaikan sebanyak 3 kali untuk melakukan pengosongan rumah yang ditempatinya. Namun karena tidak dilakukan pengosongan, Pemerintah Kota Jakarta Pusat akhirnya melakukan pengosongan secara paksa. Semua barang pribadi di rumahnya telah diangkat petugas Satpol PP pada Kamis, 13 Oktober 2022.
Dikabarkan bahwa pada Sabtu, 15 Oktober 2022, eksekusi atas bangunan rumah Wanda Hamidah batal dilakukan karena gugatan terhadap Walikota Jakarta Pusat telah diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Mediasi dilakukan antara Wa Ode Herlina, anggota DPRD dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, menghasilkan keputusan bahwa Wanda Hamidah dan keluarganya dapat tetap tinggal di objek sengketa sampai perkara selesai.
Penggusuran tersebut tetap terjadi dikarenakan adanya tumpang tindih kepemilikan antara Surat Izin Penghunian (SIP) yang dimiliki Wanda sudah tidak berlaku sejak 2012 serta adanya Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki atas nama Japto S. Soerjosoemarno sesuai dengan alamat rumah Wanda Hamidah.
Namun Wanda mengatakan bahwa telah melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga tahun 2022 serta telah memiliki surat untuk pengurusan sertifikat.
Mendudukkan Surat Izin Penghunian dan Sertifikat Hak Guna Bangunan
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan sertifikat yang pemegangnya berhak memiliki dan mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan kepunyaan pemilik bangunan. Tanah tersebut dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maupun tanah yang dikuasai oleh perorangan atau badan hukum. Oleh karenanya, Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu kepemilikan 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.
Berdasarkan Surat Izin Penghunian (SIP) yang dimiliki Wanda Hamidah merupakan keputusan yang menyatakan izin penghunian Rumah Negara yang diterbitkan oleh Pengelola Rumah Negara.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Surat Izin Penghunian (SIP) hanya dikeluarkan untuk yang bertempat tinggal di rumah negara. Dalam pengelolaan Rumah Negara dilakukan penetapan status sebagai Rumah Negara Golongan I, Golongan II, dan Golongan III. Subyek-subyek hukum yang dapat menghuni Rumah Negara adalah pejabat atau pegawai negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara.
Pengalihan Hak Rumah Negara Golongan III
Pengalihan Hak Rumah Negara adalah penjualan Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya kepada penghuni dengan cara sewa beli. Pengalihan tersebut berdasarkan “Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara Golongan III” dapat dilakukan dalam jangka waktu paling cepat 5 tahun dan paling lambat 20 tahun. Setelah penghuni melunasi angsuran dan memenuhi jangka waktu 5-20 tahun sejak penandatanganan Surat Perjanjian Sewa Beli dan semua berkas telah memenuhi kelengkapan sesuai dengan Permen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknik Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, Dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara, maka Direktur Bina Penataan bangunan akan menerbitkan Surat Keterangan Penyerahan Hak Milik Rumah dan Pelepasan Hak atas Tanah.
Berdasarkan Surat Izin Penghunian (SIP) yang dimiliki oleh Wanda Hamidah, maka dapat dikatakan bahwa rumah yang dihuninya termasuk dalam Rumah Negara Golongan III yaitu Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan II yang dapat dijual kepada penghuninya dan telah memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri paling singkat 10 tahun.
Kewajiban dan Larangan Penghuni Rumah Negara
Penghuni yang memanfaatkan fasilitas Rumah Negara selain menikmati hak untuk tinggal dalam rumah sebagai sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugasnya, juga memiliki kewajiban serta terdapat larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagai berikut:
(1) Penghuni Rumah Negara wajib:
- membayar sewa rumah;
- memelihara rumah dan memanfaatkan rumah sesuai dengan fungsinya
(2) Penghuni Rumah Negara dilarang:
- menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
- mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah;
- menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya
Berkaca dari posisi kasus serta menelaah aturan hukum terkait, maka penulis dalam hal ini menawarkan solusi. Yaitu ada baiknya jika rumah negara golongan III yang telah lama dihuni dan ingin terus bertempat tinggal di rumah negara tersebut, secepatnya melakukan pengalihan hak Surat Izin Penghunian (SIP) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) setelah jangka waktu 5-20 tahun dihuni dan melakukan pembayaran sewa.
Pengalihan tersebut dilakukan untuk mengurangi adanya konsekuensi atau adanya sengketa serupa yang terjadi. Sengketa ini masih banyak terjadi dikehidupan masyarakat dan biasanya dikaitkan dengan mafia tanah yang masih banyak terjadi di Indonesia. ()