DPR RI resmi menyetujui pembentukan tiga provinsi baru di Papua dalam rapat Paripurna DPR RI ke-26 pada Kamis, 30 Juni 2022. Provinsi-provinsi tersebut terdiri dari provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan, sehingga terdapat lima provinsi di Papua saat ini. Akan tetapi, terdapat konflik yang muncul akibat dari pembentukan provinsi baru tersebut, yakni penolakan dari masyarakat Papua.
@advokatkonstitusi sebagai platform media sosial edukasi hukum dan konstitusi menyelenggarakan webinar dengan tema “Urgensi Pemekaran Provinsi Papua: Polemik yang Tak Kunjung Menuju Titik Temu” yang diselenggarakan pada Sabtu, 6 Agustus 2022 melalui Platform Zoom Meeting. Webinar yang dihadiri lebih dari 100 partisipan dipandu oleh Master of Ceremony Umi Zakia Azzahro dan moderator Yukiatiqa Afifa. Webinar ini menghadirkan narasumber yang berkompeten dalam membahas isu tersebut, antara lain Guspardi Gaus yang merupakan anggota Komisi II DPR RI, Filep Wamafma yang merupakan anggota DPD RI dapil Papua Barat, dan Haris Azhar yang merupakan Founder Lokataru Foundation.
Selaku Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menyampaikan bahwa, tujuan dari pemekaran Provinsi Papua adalah untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat dan mengangkat harkat derajat orang asli Papua. Di samping itu, pemekaran ini memungkinkan terjadinya pemerataan pembangunan, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, infrastruktur yang belum terjadi karena faktor luasnya wilayah Provinsi Papua.
“Pemekaran ini dimaksudkan adalah dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat masyarakat asli papua, di samping juga adalah kondisi yang sangat kita prihatinkan begitu luasnya wilayah Papua.” ujarnya.
Guspardi pun optimis mengenai pemekaran Provinsi Papua. Guspardi meyakini bahwa pemekaran ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Papua, “Kita berharap dengan adanya pemekaran ini terjadi kedekatan pelayanan yang dilakukan oleh negara.” sambungnya.
Narasumber selanjutnya, Filep Wamafma yang merupakan putra asli Papua dan bertugas sebagai senator di DPD RI menyampaikan bahwa, Papua dapat mengembangkan otonomi khusus wilayahnya secara mandiri tanpa harus dilakukannya pemekaran wilayah. Di samping itu, Filep juga menambahkan bahwa pemerintah seharusnya menyelesaikan permasalahan yang sudah ada sejak dulu ada di wilayah Papua serta mendengar aspirasi-aspirasi dari masyarakat asli Papua.
“Dari saya, papua tanpa pemekaran itu bisa maju, penduduknya sedikit sehingga kalau pembangunannya terarah, terstruktur dan menyebar, Papua itu tidak mungkin pemekaran..” ujar Filep.
“Pemekaran kita sekarang, uang jelas APBN, tetapi sampai kapan daerah itu ketergantungan dengan APBN… “menurut saya yang lebih tepat adalah bagaimana pemerintahan daerah kita berdiri di atas kakinya sendiri.. itu lebih baik daripada ketergantungan pada APBN…” tandas Filep.
Haris Azhar selaku narasumber ketiga menyampaikan bahwa ia tidak sependapat dengan usulan dari DPR RI yang yang menginginkan pemekaran wilayah di Provinsi Papua. Terdapat berbagai macam penolakan, yaitu yang memiliki kepentingan Daerah Otonomi Baru (DOB) saja tidak muncul serta tidak ada proses menyusun naskah akademik yang melibatkan kajian sosiologis. Haris menyampaikan bahwa, pemerintah seharusnya menyelesaikan terlebih dahulu masalah-masalah krusial yang sudah ada di Papua sejak lama, seperti isu rasisme maupun isu hak asasi manusia lainnya.
“Dalam hak asasi manusia itu ada suatu prinsip yang dikenal, yakni prinsip aksesibilitas artinya menjawab. Mana yang menjawab bahwa orang Papua itu dianggap sebagai warga negara. Karena negara gagal dalam menyelesaikan rasisme yang terjadi di Surabaya.” papar Haris.
Webinar dihadiri oleh partisipan yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan berjalan dengan kondusif juga interaktif. Setelah penyampaian materi oleh narasumber, peserta diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapatnya mengenai urgensi pemekaran Provinsi Papua kepada para narasumber. Salah satu peserta, menanyakan tentang dampak positif dan negatif dari pemekaran Papua, yang kemudian dijawab oleh Guspardi sebagai berikut:
“Tujuan pemekaran untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, ekonomi, kesehatan dan lainnya. Agar pemerintah lebih fokus untuk mengembangkan provinsi Papua.”
Berbeda dengan Guspardi yang menjelaskan tentang tujuan dibentuknya provinsi baru di Papua, Filep menjelaskan dampak positif dan negatif dari pemekaran ini. “Dampak positif dari pemekaran Papua, tentu akan mempermudah pemerataan pelayanan bagi masyarakat. Namun, pemerintah harus memperhatikan juga jika RUU pemekaran disahkan, maka konsekuensinya pemerintah harus menjamin bahwa pemerintah dapat mencapai apa yang diharapkan serta pemerintah harus mendengarkan suara-suara dari para aktivis maupun masyarakat Papua, karena merupakan subjek utama dalam pemekaran ini.” tegasnya.
Pada akhirnya, webinar ini menemui titik temunya, yaitu pemekaran wilayah sah-sah saja dilakukan, tetapi perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya yang lebih krusial. ()