Pengaturan mengenai asset asing

Pembelian gereja oleh Muhammadiyah untuk dijadikan masjid di Spanyol menimbulkan reaksi beragam publik. Pembelian gereja ini merupakan wacana dari Pimpinan Wilayah Jawa Timur. Tidak ada maksud khusus dari adanya pembelian gereja ini melainkan hanya untuk menyebarkan Islam di ranah global. Penyebaran islam di ranah global sebagai salah satu dari isu yang dibawa Muhammadiyah dalam muktamarnya nanti di Solo.

Pembelian gereja di Spanyol ini bukanlah tanpa sebab. Gereja yang akan dibeli itu memang sudah lama ditawarkan oleh pengelola karena jamaat yang semakin berkurang. Gereja yang termasuk sekolah tersebut memang berencana untuk pindah tempat dikarenakan jemaat yang semakin berkurang serta susahnya untuk mencari murid. Pengelola gereja mengalami kesulitan untuk mendapatkan pembeli dikarenakan adanya regulasi mengenai status gereja sebagai tempat ibdadah yang tidak bisa dirubah.

Terdapat sejarah yang menarik dari gereja ini. Diketahui sebelumnya bahwa gereja ini dahulunya merupakan sebuah masjid. Adanya masjid di daerah Spanyol bukanlah hal yang mengherankan. Hal ini dikarenakan dahulunya dinasti Abbasiyah pernah menguasai Spanyol atau yang dahulu disebut Andalusia.

Pembelian asset di luar negeri oleh Muhammadiyah ini bukanlah hal yang pertama. Sebelumnya Muhammadiyah telah memiliki berbagai asset di luar negeri. Bahkan, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) telah membuka cabangnya di Seoul, Korea Selatan. Hal yang dapat dilihat adalah bagaimana pengaturan mengenai kepemilikan asset. Apakah sebuah organisasi bisa memiliki asset di luar negeri?

Pengaturan mengenai pembelian asset di luar negeri sendiri tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan lebih lanjut mengenai pembelian asset di luar negeri disesuaikan dengan hukum yang berlaku di negara tersebut. Dalam kasus pembelian gereja di Spanyol ini maka, hukum yang dilihat adalah hukum yang berlaku di negara Spanyol itu sendiri.

Sejauh ini, regulasi di Indonesia baru mengatur mengenai pembelian asset di Indonesia oleh asing. Pembelian asset oleh asing ini tidak serta merta membuat mereka memiliki asset tersebut. Hal ini dikarenakan yayasan asing ini hanya mendapatkan Hak Pakai dan Hak Sewa Bangunan. Mudahnya, pihak asing harus membayarkan uang sewa atas tanah terhadap ke pemilik tanah.  Jika yayasan asing tersebut ingin memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) maka, hendaknya cabang yayasan asing tersebut didirikan sebagai yayasan berbadan hukum Indonesia. 

Pendirian cabang yayasan asing berbadan hukum di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Perwakilan asing dapat memiliki saturan rumah susun (sarusun). Jika, sarusun dibangun di atas tanah HGB, maka dalam buku tanah tersebut akan tertulis “kepemilikian satuan rumah susun ini tidak termasuk tanah bersama”. Sarusun tentunya berbeda dengan gedung perkantoran. Hal ini karena sarusun merupakan rumah susun dengan fungsi utama sebagai tempat hunian bukan sebagai sebuah kantor. Jika yayasan asing ingin menggunakan gedung perkantoran, maka akan terdapat beberapa alternatif:

  1. Membangun gedung di atas tanah hak sewa untuk bangunan

Jika perwakilan asing memiliki hak sewa bangunan, maka badan hukum yang bersangkutan dapat membangun bangunan di atas tanah yang disewa tersebut. 

  1. Menyewa gedung perkantoran milik pihak lain

Cara ini menjadi alternatif yang disukai oleh pihak asing. Banyak perwakilan asing yang menyewa gedung untuk dijadikan sebagai kantor mereka. Cara ini merupakan cara yang paling simpel yang paling banyak digunakan oleh yayasan asing di Indonesia.

  1. Mendirikan cabang yayasan asing berbadan hukum di Indonesia

Dengan memiliki perwakilan berbadan hukum Indonesia, tentunya hak yang dimiliki oleh yayasan asing tersebut bertambah menjadi memiliki Hak Guna Bangunan (HGB).

Dalam kasus pembelian gereja ini, regulasi di Spanyol mengatur pembolehan adanya pembelian gereja asalkan status tempat ibadah tersebut tidak berubah. Hal ini menyebabkan bahwasanya pembelian gereja tersebut untuk dijadikan masjid tidak masalah. Hal ini berbeda dengan pengaturan di Indonesia yang menyebutkan bahwa asing hanya bisa memiliki hak sewa bangunan saja. ()