oleh : Laila Andayani
Internship Advokat Konstitusi
Di era modern yang serba canggih ini, banyak orang yang menampilkan identitas palsu untuk menarik perhatian orang lain dan mendapatkan keuntungan pribadi, seperti yang terjadi dalam kasus wanita berinisial NA di Kecamatan Kota Baru, Jambi. NA bertemu dengan Ahnaf Arrafif yang bermula dari aplikasi kencan online dan memutuskan untuk menikah. Ahnaf dengan identitas palsunya sebagai seorang pria yang berprofesi dokter dengan gelar dr. Ahnaf Arrafif, Sp.BS., S.Art. S.T., S.H., S.Hum. mengelabui keluarga korban dengan dukungan dari keluarganya. Hal ini tentu dapat dikenai ancaman pidana tentang perkara pemalsuan identitas.
Bagaimana Hukuman Pemalsuan Identitas?
dalam Pasal 378 KUHP, berbunyi: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Pasal tersebut dapat dijadikan ancaman bagi Ahnaf jika terbukti di pengadilan telah melakukan perbuatan yang melawan hukum. Hingga saat ini kasus pemalsuan identitas masih belum dapat diproses di pengadilan karena menunggu laporan masuk ke pihak berwenang.
Tak hanya memalsukan identitas, berawal dari kecurigaan akibat sering rebahan di rumah namun mengaku sebagai dokter, ibu korban melaporkan Ahnaf ke Polres Jambi atas dugaan gelar akademik palsu pada 2 April 2022.
ANCAMAN HUKUMAN PEMALSUAN GELAR AKADEMIK,
Selama 10 bulan pernikahan, Ahnaf tidak kunjung menunjukkan kartu identitasnya yang membuat ibu NA menaruh rasa curiga terlebih setiap harinya Ahnaf hanya rebahan di rumah padahal mengaku sebagai dokter dan pengusaha dengan gelar lengkap dr. Ahnaf Arrafif, Sp.BS., S.Art. S.T., S.H., S.Hum. Dari gelarnya saja sudah muncul banyak kecurigaan dan pertanyaan, oleh sebab itulah, ibu NA melaporkan ke pihak berwenang dengan dugaan gelar akademik palsu saat anaknya dibawa kabur ke Lahat oleh Ahnaf. Saat adanya fakta persidangan terungkaplah jenis kelamin Ahnaf yang merupakan seorang wanita.
Proses persidangan saat Jumat, 17 Juni 2022 masih bergulir tentang gelar akademik palsu, Jaksa mendakwa Erayani melanggar Pasal 93 juncto Pasal 28 ayat (7) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Kedua pasal inila yang menjadi ancaman bagi kasus Ahnaf di pengadilan saat ini.
Pasal 93 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi berbunyi:
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang melanggar Pasal 28 ayat (6) atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (4), Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 28 ayat (7) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi berbunyi:
Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan/atau gelar profesi.
Sejak terungkapnya jenis kelamin Ahnaf, tentu menjadi beban mental tersendiri bagi NA karena merasa ditipu dan dilecehkan. Dalam 10 bulan pernikahan itu, NA mengatakan setiap kali berhubungan badan, mata NA ditutup dan dalam kondisi ruangan gelap sehingga tidak mengetahui detail yang dilakukan oleh Ahnaf. Berdasarkan kondisi ini, tentu kita harus melihat kilas balik awal pertemuan yang didasarkan mau sama mau atau suka sama suka dan di kemudian hari ditemukan fakta bahwa ternyata hal itu merupakan tipu muslihat dari Ahnaf, tentu dapat diancam dengan Pasal 6 huruf c UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang berbunyi: “Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
Jika di kemudian hari, laporan keluarga NA telah masuk ke pengadilan maka Ahnaf terancam pasal berlapis-lapis, mulai dari penipuan, pemalsuan gelar akademik, pemalsuan identitas, dan pelecehan seksual.
()