Oleh: Maizi Fahdela Agustin

I gede Nyoman Gde Antara (INGA), Rektor Universitas Udayana (Unud) ditetapkan tersangka atas kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri sepanjang tahun akademik 2018 sampai 2022. 

Penetapan INGA sebagai tersangka oleh Kejaksaan tinggi Bali tersebut berdasarkan ekspose dan pemeriksaan tiga tersangka sebelumnya sejak 24 oktober 2022 silam.

“Berdasarkan alat bukti yang ada, penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru, sehingga penyidik pada Kejaksaan Tinggi Bali kembali menetapkan satu orang tersangka yaitu Prof. Dr. INGA (Nyoman Gede Antara)”, ujar Putu Agus Eka, selaku Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali (Senin, 13/3/2023).

Atas peristiwa tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf menyinggung soal adanya kemungkinan terjadi tindak Pidana korupsi serupa pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lainnya. “Parah ini. Kemungkinan hal ini bisa juga terjadi di PTN lainnya. Karena faktor tidak adanya payung hukum dan transparan SPI.” Ujar beliau, Senin (13/3/2023)  

Menurut Dede terkait jalur mandiri ini harus diselesaikan segera, beliau mengungkapkan Komisi X DPR RI telah membuat Panitia kerja dan telah memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

“Kami telah membuat Panja Perguruan Tinggi Komisi kemarin, dan sudah memberikan rekomendasi ke Kemendikbud terkait jalur mandiri ini yang harus diselesaikan segera”. Ucapnya “Mendesak Kemendikbud RI untuk Menyusun standar Operasional Prosedur (SOP) pada seleksi mandiri di tingkat nasional yang memuat transparansi, objektivitas, baik dari sisi penilaian maupun biaya, sebagai bentuk pengawasan terhadap penerimaan mahasiswa jalur mandiri di PTN, dengan membentuk sebuah Lembaga Wali Akademik, yang bukan dikelola ataupun prioritas Rektor Sendiri. Kata Dede Yusuf.

Menurut Dede Yusuf, SPI berperan sebagai subsidi silang biaya Pendidikan, namun karena tidak adanya transparansi, malah menjadi celah untuk korupsi.

“Makanya harus ada payung hukum yang jelas, dan dijalankan secara transparan dan akuntabel secara terbuka”. “Jika tidak bisa, sebaiknya ditiadakan saja, diganti dengan proses tes biasa atau kemampuan prestasi saja”. Ucapnya.

Sebelumnya, asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan tinggi Bali, Agus Eko Purnomo menjelaskan bahwa berdasarkan hasil audit dari auditor saat penyidikan berlangsung, perbuatan Rektor Universitas Udayana tersebut (INGA), diduga merugikan negara sebesar RP 105, 39 miliar dan menyebabkan kerugian perekonomian negara hingga 334,57 miliar.

Dia mengatakan, INGA dijerat pasal pemerasan dalam Undang-Undang Tipikor, “Sebesar Rp 105 Miliar itu kami temukan dalam penyidikan. Kemarin ‘kan pasal pertama yang kami sangkakan kan pasal 12 huruf e. itu yang kerugiannya RP 3,9 muliar. Ungkapnya.

Lebih lanjut, Dilansir dari Detik.news Penyidik Kejati Bali menilai perbuatan INGA terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, dan Pasal 12 (e) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, INGA juga dinilai terbukti melanggar Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. ()